Sabtu, 13 Maret 2010

Jodoh, Rizqi, dan Mati di Tangan Tuhan

Pernyataan itu mengandung tiga poin yang berbeda karakteristik. Mengenai kematian, siapapun tidak bisa menghindar, karena kematian akan menjemput sesuai jadwal yang telah ditentukan. Sehingga mau atau tudak, harus siap menyambutnya karena kematian adalah kepastian.

Hal ini berbeda dengan rizqi dan jodoh yang harus kita raih dan tidak boleh berpangku tangan. Ada sebuag stiker yang bergambar tangan tengadah, ada ruang kosong di tengahnya untuk ukuran foto 2x3 cm. Lalu di bawahnya ada tag kosong bertuliskan ”rizqi ada di tangan Tuhan”. Dari kalimat ini kita bisa menerjemahkan bahwa kita tidak boleh pasif, karena rizqi itu belum ada di tangan kita melainkan di tangan-Nya yang harus kita raih.

Begitu pula dengan jodoh, seringkali kita hanya berharap dan menebar asa supaya jodoh hadir di hadapan kita. Tetapi kita lupa bahwa jodoh itu ada di tangan Tuhan. Maksudnya, kita tidak hanya cukup berdo’a dan menghiba agar Tuhan menghadirkan jodoh. Namun usaha mencari jodoh itu harus dilakukan sesuai dengan kemampuan kita. Biasanya jodoh itu tidak jauh-jauh dari aktivitas kita (baik aktivitas bekerja, atau aktivitas lainnya).

Rasululloh saw telah mengingatkan bahwa kriteria jodoh dari soal keturunan, bentuk fisik, kekayaan, dan agama. Tetapi yang dinomorsatukan adalah bagian terakhir. Percuma kaya tapi tidak taat Tuhan. Fisik juga tidak menjamin kebahagiaan karena bahagia tidak harus hadir di wajah-wajah yang sempurna. Begitu juga dengan keturunan, meski orang tuanya berdarah biru, tidak menjamin orang tersebut berkepribadian baik, karena kepribadian tidak diwariskan melainkan diajarkan dan proses secara berkesinambungan.

Seandainya do’a dan usaha telah kita jalankan namun jodoh tak juga datang, maka kita harus bercermin, barangkali kreterianya terlalu tinggi sementara kita sendiri tidak ada yang bisa dibanggakan sehingga yang mau mendekat menjadi mundur teratur. Emang, kita bersyukur kalau empat kreteria itu menyatu pada diri seseorang. Tetapi tidak ada, jadikanlah faktor agama sebagai parameter mencari jodoh karena hanya faktor itulah yang mengantarkan kepada kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.

FENOMENA ZIARAH KUBUR

Ziarah kubur adalah suatu tradisi yang dimiliki dan dilakukan secara turun temurun oleh manusia yang beragama. Meskipun nanti akan ada pergeseran-pergeseran nilai tergantung dari peradaban yang berkembang pada masa itu.

Di awal perkembangan Islam, pada masa rasululloh saw ziarah kubur dilarang. Pada saat itu kondisi keimanan kaum muslim belum kuat, sehingga masih banyak diantara mereka yang meneruskan tradisi jahiliyah seperti menangis dengan keras di atas makam, meminta berkah dari yang mati, bahkan mereka mengambil barang-barang yang ada dalam makam untuk dijadikan jimat. Hal-hal itulah yang mendasari dilarangnya pelaksanaan ziarah kubur saat itu.

Seiring dengan berjalannya waktu, keteguhan iman kaum muslim semakin kuat sehingga rasululloh saw sendiri tak ragu melakukan ziarah kubur. Melihat hal itu banyak para sahabat dan kaum muslim beranggapan bahwa diamnya rasululloh saw merupakan suatu pembolehan dilaksanakannya ziarah kubur, maka terjadilah hukum nasakh-mansukh (hukum lama diganti hukum baru).

Ketika islam berkembang dengan pesat yang disertai keteguhan iman penganutnya maka ulama’ khalaf memfatwakan dengan hukum sunnah karena ada aspek positif di dalamnya, yaitu:

1. do’a dari peziarah dapat mempermudah urusan si mayit dengan Alloh swt

2. menaptilasi atau meniru perjuangan para ulama’ yang telah wafat

3. dengan mengingat kematian, kita dapat berhati-hati dalam menjalani kehidupan

Berdasar pada uraian tersebut di atas, ziarah kubur kembali mengalami pergesaran dari pelarangan, pembolehan, serta pensunnahan namun tidak ada satu hukum yang mengikat, sehingga hukum yang dikenakan tergantung dari niat dan praktek sang peziarah itu sendiri. Saat ini, maraknya kegiatan ziarah kubur sering tanpa adanya pemahaman yang benar, sehingga hanya menjadi sebuah kegiatan ceremonial belaka. Yang menyedihkan lagi kita bangga bisa berziarah ke tempat-tempat yang ditawarkan oleh panitia, 6-8 kali dalam satu tahun. Namun kita lupa dan acuh terhadap makam orang tua kita sendiri. Ziarah kubur berubah fungsi menjadi sarana rekreasi yang dikemas dengan simbol-simbol keagamaan yang berorientasi keuntungan materi semata.